Bahan bakar mesin diesel di Indonesia lebih dikenal dengan nama Solar. Padahal ada bahan bakar lainnya yang diberinama DEX Lite dan Perta DEX yang dirilis oleh Pertamina. Semua bahan bakar ini merupakan hasil penyulingan dari minyak bumi dengan kode B-0.
Pemerintah kini mulai menggalakkan penggunaan campuran minyak nabati ke dalam Solar agar bisa menghemat devisa negara. Apalagi kelapa sawit sebagai sumber minyak nabati, cukup berlimpah di Indonesia. Nah, minyak nabati inilah yang disebut dengan B100.
Jadi... bahan bakar diesel B20 itu merupakan penggabungan antara Solar (B0) sebanyak 80% dengan minyak kelapa sawit (B100) sebanyak 20%. Jadilah namanya Bio Solar.
BEDA SOLAR DENGAN BIO SOLAR
Solar (B0) memiliki Cetane Number (CN) 48, sedangkan B100 mencapai CN 51. Dengan komposisi B0 20% dan B100 80%, otomatis Cetane Number Bio Solar (B20) hanya sedikit lebih baik dari Solar.
Sekadar info, semakin tinggi angka Cetane Number, maka bahan bakar akan lebih mudah terbakar.
Tapi angka CN yang lebih tinggi pada B20, tidak serta merta membuat performa mesin meningkat, mengingat nilai kalor yang dimiliki B20 sedikit lebih rendah dari B0 alias Solar.
“Secara matematis, nilai kalor B20 hanya lebih rendah 1,9% dari Solar (B0). Nilai Kalor Solar per liter kira-kira 35,97 MJ/L dan Nilai Kalor B20 sekitar 35,28 MJ/L,” jelas Tri Yuswidjajanto Zaenuri selaku peneliti dan dosen ITB.
Secara teoritis, dengan selisih hanya 1,9% otomatis hal ini tak akan berimbas terlampau banyak terhadap penurunan performa mesin.
Lantaran kelapa sawit merupakan minyak nabati, otomatis B100 tentu tidak mengandung Sulfur seperti hasil dari minyak bumi. Tak heran jika pihak Lemigas mengklaim bahwa B20 memiliki kandungan Sulfur yang lebih rendah hingga 1.500 ppm ketimbang Solar yang mencapai 2.500 ppm.
Padahal untuk memenuhi standar emisi Euro 4, kandungan Sulfur di bahan bakar tidak boleh melebihi 50 ppm. Artinya, masih sangat jauh dari batas aman untuk digunakan oleh mesin-mesin standar emisi Euro 4. Lantaran kandungan Sulfur akan menyumbat injektor.
Sisi positifnya, kemampuan untuk membersihkan sistem bahan bakar dariBio Solar cukup baik. Tapi hal ini membuat pemilik mobil perlu lebih sering memperhatikan kondisi filter bahan bakar atau sering disebut dengan filter Solar akibat B-20 yang mampu mengikat beragam kotoran di dalam tangki sehingga filter lebih cepat tersumbat.
Efek negatif dari kemampuan membersihkan Bio Solar juga berimbas pada usia pakai pelumas mesin. Dengan kata lain, lapisan film di dinding silinder lebih cepat rusak sehingga usia pakai pelumas pun menjadi lebih singkat.
Untuk itulah diperlukan pelumas khusus agar usia pakainya tetap optimal, meski mesin mengkonsumsi Bio Solar.
Sifat minyak nabati yang higroskopis (menyerap air) pun turut menjadi perhatian para penggunanya. Jika mobil memiliki rutinitas padat alias setiap hari digunakan, penggunaan Bio Solar tidak memiliki efek samping. Kecuali, jika pemilik mobil hendak menyimpan mobil dalam waktu lama, tidak ada salahnya untuk menggunakan bahan bakar B-0 seperti DEX Lite atau Perta DEX, mengingat Solar B-0 sudah tidak ada lagi dipasarkan.